Kamis, 01 Oktober 2015

Unsur Intrinsik Cerpen Banun

Interpretasi teks cerpen dapat dilakukan dengan cara menemukan data-data yang diperoleh tentang tokoh cerita, menemukan kaitan fakta dengan cerita, menemukan karakteristik tokoh, menemukan kaitan keberhasilan tokoh dengan fakta kehidupan, dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan oleh penulis cerpen. Beberapa nilai yang biasa terkandung dalam cerita pendek antara sebagai berikut:
  1. Nilai sosial, yaitu tentang hubungan masyarakat,
  2. Nilai agama, yaitu tentang perilaku/refleksi kebenaran aturan-aturan Tuhan,
  3. Nilai budaya, yaitu tentang kebiasaan, karya cipta manusia, dan adab-adab tradisional,
  4. Nilai moral, yaitu tentang baik buruknya perilaku dasar manusia.

Perhatikanlah Ringkasan cerpen "Banun", karya Damhuri Muhammad !
Cerpen Banun menceritakan seorang perempuan ringkih dengan usia sudah berkepala tujuh bernama Banun, karena terkenal kikir di desanya maka ia dijukuki Banun Kikir. Di sepanjang usianya ia tidak pernah membeli bahan-bahan untuk kebutuhan sehari-hari jika bisa ia tanam sendiri, misalnya sayur mayur. Dengan sifat kikir yang orang-orang juluki padanya, nyatanya sekarang ia menjadi petani sukses sekaligus menjadi juragan tanah. Ia bisa membantu orang-orang di desa yang kehabisan uang, juga Keempat anak Banun sudah disarjanakan dengan kucuran peluhnya.

Banun adalah seorang wanita yang kuat dan mandiri. anak-anaknya dapat dihidupkannya dan disekolahkannya ke perguruan tinggi. Banun mengajarkan anaknya untuk hidup mandiri dan menelaah kata "tani" yang di jelasknanya adalah tahani. Banun mengajarkan kesemua anaknya untuk menahan dalam membeli segalanya. dia lebih suka membuatnya sendiri. karna penghematan Banun itulah banun bisa menjadi orang yang kaya. dari hanya sepetak tanah sawah yang dimilikinya sampai hampir seluruh tanah sawah itu miliknya. Banun sangat menghargai dan menjungjung tinggi ilmu tani nya .

Cerpen berjudul 'Banun' Karya Damhuri Muhammad ini sangat penuh makna dan pesan-pesan kehidupan, sebagaimana dijelaskan jika berhemat adalah cara yang tepat agar kita menjadi orang sukses namun jangan pernah lupa untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Mencertitakan kisah tokoh 'Banun' yang merupakan seorang wanita tangguh dan bertekad kuat. Cerpen ini mengandung lengkap nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen serta dijelaskan dengan bahasa baku yang estetis sekaligus mudah dipahami oleh para pembaca.

Interpretasi teks cerpen dapat melalui penelaahan unsur intrinsik atau ekstrinsiknya. Melalui telaah unsur intrinsik dan ekstrinsik kita bisa melakukan interpretasi. Kedua unsur itu adalah sebagai berikut.

1. Tema
Tema teks cerpen adalah hal yang dibahas dalam cerpen tersebut. Hal ini dapat diketahui dari apa yang jadi konflik antartokoh, apa yang menjadi perasaan, pikiran, keinginan para tokoh. Tema pada cerpen “Banun” adalah keberanian sesorang yang tidak memperdulikan omongan orang lain tentang dirinya demi masa depan dia dan keluarganya. Banun terkenal dengan orang yang kikir namun sebenarnya Banun adalah seorang pekerja keras yang dengan gigih berjuang utuk kehidupan dirinya dan anak-anaknya.

2. Amanat
Amanat adalah pesan berharga yang ada dalam teks cerpen. Amanat selalu berkaitan dengan tema. Amanat pada cerpen “Banun” adalah jangan pernah menilai orang hanya dari kebiasaaan yang dilakukan tanpa pernah tahu apa maksud dan tujuan orang itu melakukannya. Jadilah orang yang selalu bekerja keras dalam melakukan segala pekerjaan.

3. Alur
Alur adalah jalan cerita yang dipakai penulis dalam menceritakan kisahnya. Alur cerpen Banun Menggunakan alur campuran karena menceritakan asal-muasal Banun dijuluki Banun Kikir.

Kaidah pemplotan dalam cerpen “Banun”
  1. Plausibilitas ( kemasukakalan). Plausibilitas yaitu menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausible, dapat dipercaya oleh pembaca. (Banun menjodohkan anaknya dengan lelaki lain yang beralasan hatinya kecewa dengan Palar karena selalu dihina)
  2. Suspense (rasa ingin tahu). Suspense adalah hasrat dari pembaca suatu cerpen untuk menyelesaikan kegiatan membacanya yang dikarenakan cerita tersebut menarik, memotivasi dan mengikat pembaca. Rasa ingin tahu terlihat dari alasan yang mendasari menghina Banun dengan sebutan kikir hanya karena tidak pernah membeli dagangan orang lain dan memilih bekerja keras untuk menanam tanaman itu sendiri serta mencari barang substitusi akan barang tersebut. Misalnya minyak tanah dan elpiji digantikan dengan daun kelapa yang kering.
  3. Surprise ( Kejutan). pemplotan dengan cara mengejutkan pembaca ketika telah larut dalam suatu cerita pendek atau cerpen. (Palar tiba-tiba ingin meminang Banun)
  4. Unity( kesatupaduan), pemlotan dengan cara mengutamakan keutuhan, keterkaitan antara hal sebelumnya dan didiceritakan dengan hal yang lain. Adanya keterkaitan antara beberapa. Cerpen Banun ceritanya saling bersangkutan dari awal yaitu keadaan Banun yang ditinggal mati suaminya yang mempunyai kelebihan parasnya yang cantik, menyebabkan palar ingin meminanngnya. Setelah palar ditolak oleh Banun tetap saja berusaha untuk dekat dengan Banun yaitu dengan cara meminang anak Banun (Rimah) untuk anaknya (Rustam). Tetapi karena Banun kecewa dengan sikap palar maka Banun menolaknya dan menjodohkannya dengan lelaki lain, sementara Palar semakin menghina Banun. Hal ini menyebabkan Rimah memarahi Banun karena tidak menjodohkannya saja dengan Rustam.

4. Penokohan
Penokohan adalah cara penulis menggambarkan karakter tokoh-tokohnya.
No.TokohKarakter Tokoh
1.BanunTangguh, keras kepala, hemat, dan pekerja keras
2.RimahPembantah
3.NamiPembantah
4.PalarPemalas, pendendam, dan pemarah
5.Zubaedah (istri Palar)Pemboros
Sudut Pandang pada cerpen “Banun” tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga yaitu penggunaan nama yang sering digunakan pengarang dalam menceritakan tokoh utamanya yaitu Banun

5. Latar
Latar meliputi tempat, waktu, dan suasana peristiwa yang terjadi atau yang diceritakan.
No.LatarKalimat
1.Latar tempat
  1. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun.
  2. Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi disawah milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangan dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya.
  3. “Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian di kampung ini, dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan rumah Banun
2.Latar suasana
  1. (Menegangkan) Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya.
3.Latar Waktu
  1. Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hariSelasa dan Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari berbagai pelosok.
  2. Saban petang, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya.
  3. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secara bergiliran.

7. Latar Belakang Pengarang
Damhuri Muhammad lahir pada tanggal 1 Juli 1974 di Taram, Payakumbuh, Sumatra Barat. Dia sangat mengenal budaya Minang karena dia dibesarkan dengan budaya Minang. Di dalam cerpen Banun Damhuri Muhammad menggambarkan tokoh Banun sebagai orang yang suka bekerja keras dan hemat.

Latar belakang Damhuri Muhammad banyak memengaruhi hasil karyanya. Sebagai orang Minang yang terkenal dengan kerja kerasanya dalam mencapai sebuah cita-cita. Hal ini memberikan inspirasi bagi Damhuri dalam menciptakan tokoh Banun yang yang tidak memperdulikan omongan orang lain tentang dirinya demi masa depan dia dan keluarganya.

Keterkaitan Pengarang dengan latar belakang daerahnya.
  1. Masakan : Lemang
  2. Perjodohan : Perjodohan Rimah dengan Rustam yang gagal, Perjodohan Rimah dengan lelaki lain.
  3. Merantau : Rustam yang sekolah di luar negeri.
  4. Pintar dagang : Penjual Minyak dan gas elpiji.
  5. Etos Kerja tinggi : Banun yang bekerja keras sebagai petani yang tidakmembeli bahan makanan tetapi menanamnya sendiri.

Setelah membaca cerpen di atas secara perlahan dan hati-hati dapat kita tangkap bahwa dalam cerpen Banun menuai kritik sosial dan pendidikan. Pendidikan dalam cerpen Banun menjelaskan arti kata tani yang berasal dari kata "tahani" yang bermakna menahan diri untuk membeli sesuatu jika masih bisa kita hasilkan sendiri. Untuk kritik sosialnya Damhuri Muhammad meyindir secara halus pasca sarjana pertanian atau insinyur pertanian yang sebagian hanya banyak memahami teori pertanian namun tidak ada praktek di lapangan. Ia melukiskan bagaimana seorang insinyur pertanian tak bisa berbuat banyak, tidak mempunyai lahan sekaligus menyindir para lulusan pertanian yang sebenarnya tidak mempunyai niat sama sekali untuk mengembangkan kemampuan dan keilmuan mereka dalam bidang pertanian.

Gaya Bahasa
  1. Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya.(majas praeterito yaitu majas majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan sesuatu dan pembaca harus menerka apa yang disembunyikan itu) dari tahun ke tahun (majas Klimaks yaitu majas penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang semakin lama semakin memuncak)
  2. Sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar. (majas hiperbola yaitu majas yang melebih-lebihan, dimana sifat kikir itu sampai berakar)
  3. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menyumbangkan rekor kekikiran Banun. (majas interupsi yaitu majas penegasan yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya).
  4. Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras. (majas tropen yaitu majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian yang sejalan).
  5. Disepanjang usianya, banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. (Majas alusio yaitu majas yang mempergunakan ungkapan paribahasa , kata-kata yang artinya diketahui umum).
  6. Perempuan itu menanak nasi dengan cara cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keeping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya.( majas Klimaks)
  7. Cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas…. .(majas Asidenton yaitu majas penegasan yang menyebutkan beberapa barang, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata penghubung).
  8. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri.(majas Alusio)
  9. Maka selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan … .(majas klimaks)
  10. Cabai, seledri, bawang, lengkuas…(majas asidenton)
  11. Hampir separuh dari lahan sawah…(majas hiperbola)
  12. Bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih?(majas retorik yaitu majas penegasan dengan menggunakan kalimat Tanya retorik yang sebenarnya tidak memerlukan jawabankarena sudah diketahuinya)
  13. Perangai lintah darat itu sudah merajalela.(majas simbolik yaitu majas perbandingan yang melukiskan suatu dengan memperbandingkan benda-benda lain sebagia simbol)
  14. Si Banun Kikir…(majas antomonasia yaitu majas perbandingan dengan menyebutkan seseorang berdasarkan ciriatau sifat menonjol yang dimilikinya)

cerpen Banun karya Damhuri Muhammad

Banun
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan turun-temurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani, tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak, akibat bendi yang dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan, lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten. Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi. Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini.
***
Di sepanjang usianya, Banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah berhenti berjatuhan.
”Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu ketika. Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada kunjung reda.
”Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,” gerutu Nami, anak kedua Banun.
”Tak usah hiraukan gunjingan orang! Kalau benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak bakal mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak Banun.
”Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.”
Sejak itulah Banun menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada Rimah, anak bungsunya itu. Ia menjelaskan kata ”tani” sebagai penyempitan dari ”tahani”, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti: ”menahan diri”. Menahan diri untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan cara bercocok tanam. Sebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas, jahe. Di sepanjang riwayatnya dalam menyelenggarakan hidup, orang tani hanya akan membeli garam. Minyak goreng sekalipun, sedapat-dapatnya dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri. Semakin banyak yang dapat ”ditahani” Banun, semakin kokoh ia berdiri sebagai orang tani.
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi di sawah milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangan dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya. Bila semua kebutuhan memasak harus dibeli Banun dengan penghasilannya sebagai petani padi, tentu akan jauh dari memadai. Bagi Banun, segala sesuatu yang dapat tumbuh di atas tanahnya, lagi pula apa yang tak bisa tumbuh di tanah kampung itu akan ditanamnya, agar ia selalu terhindar dari keharusan membeli. Dengan begitu, penghasilan dari panen padi, kelak bakal terkumpul, guna membeli lahan sawah yang lebih luas lagi. Dan, setelah bertahun-tahun menjadi orang tani, tengoklah keluarga Banun kini. Hampir separuh dari lahan sawah yang terbentang di wilayah kampung tempat ia lahir dan dibesarkan, telah jatuh ke tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan tanah, yang seolah tidak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan biaya sekolah anak-anak. Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka ke luar negeri, untuk menjadi TKW, lalu menggadai, bahkan menjual lahan sawah. Empat orang anak Banun telah disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama menjadi orang tani.
***
Sesungguhnya Banun tidak lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun Kikir hingga nama buruk itu melekat sampai umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu tidak lain adalah Palar, laki-laki ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena tak terbiasa berkubang lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan lelaku orang tani. Untuk sekebat sayur Kangkung pun, Zubaidah (istri Palar), harus berbelanja ke pasar. Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan sebatang pohon Singkong pun menjadi tumbuhan langka. Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? Begitu kira-kira prinsip hidup Palar. Baginya, bercocok tanam aneka tumbuhan untuk kebutuhan makan sehari-hari, hanya akan membuat pekerjaan di sawah jadi terbengkalai. Lagi pula, bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih? Namun, tauke-tauke yang selalu bermurah-hati itu, bahkan sebelum sawah digarap, akan mematok harga jual padi seenak perutnya, dan para petani tidak berkutik dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang diwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke musim hasil panennya merosot. Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah guna membiayai kuliah Rustam, anak laki-laki satu-satunya, yang kelak bakal menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam belitan hutang yang entah kapan bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak meminang Rimah untuk Rustam.
”Karena kita sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?” bujuk Palar masa itu.
”Pinanganmu terlambat. Rimah sudah punya calon suami,” balas Banun dengan sorot mata sinis.
”Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian di kampung ini, dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan rumah Banun.
”Maafkan saya, Palar.”
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang lebih menyakitkan, ini bukan penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami Banun meninggal, Palar menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang itu. Tapi, Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu sebabnya Palar menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan sebagai perempuan paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun menanggung malu, bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
***
Meski kini sudah zaman gas elpiji, Banun masih mengasapi dapur dengan daun kelapa kering dan kayu bakar, hingga ia masih menyandang julukan si Banun Kikir. ”Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran Rimah yang hendak membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan bersama suaminya yang bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula dengan Nami dan dua anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di rumah masing-masing. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secara bergiliran.
”Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah suatu hari.
”Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”
”Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”
”Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.
”Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun Kikir!”
Sesaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya anak bertitel insinyur pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil panen dengan mengajarkan teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan memberi contoh cara bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau memang benar Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahan sawah, meski untuk mencetak insinyur pertanian yang dibanggakannya itu. Apalah guna insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku orang tani? Banun menolak pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.